Membangkitkan Masa Lalu
di Era Digital

Sejarah Klasik

Majapahit adalah sebuah kerajaan besar pada masa Indonesia kuno. Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya dari hutan Tarik, berkembang menjadi sebuah kerajaan, yang makin lama makin kuat dan besar, serta mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh Sang Mahapatih Gajah Mada. Bukti kejayaan Majapahit yang telah berhasil mempersatukan Nusantara tidak terbatas di Trowulan saja, melainkan juga di berbagai daerah yang pernah dikuasainya,1 adapun juga peninggalan kerajaan majapahit salah satunya di Wonorejo Madiun.

Menurut cerita masyarakat sekitar, Situs Wonorejo dahulu berupa gundukan tanah yang ditumbuhi oleh Pohon Nangka dan Pohon Sepreh (sejenis pohon beringin). Disamping kedua pohon tersebut, ditemukan juga sebuah batu pahat berbentuk persegi panjang yang menyerupai meja. Konon katanya batu pahat berbentuk persegi panjang yang menyerupai meja. Konon katanya batu pahat tersebut berfungsi tempat untuk meletakkan berbagai macam sesaji, kemudian warga sekitar menjadikan tempat tersebut sebagai punden (Makam tempat dhayang/penemu yang membuka wilayah pertama kali). Warga sekitar juga membangun sebuah rumah/pendopo di sebelah gundukan tanah tersebut sebagai tempat untuk menyelenggarakan acara Bersih Desa/Sedekah Bumi setiap tahun sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Acara Bersih Desa/Sedekah Bumi biasa dilaksanakan pada bulan Suro/Muharam. Dari hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengenal lebih tentang peninggalan Kerajaan Majapahit yang berada di Wonorejo Madiun, serta agar bisa menjadi daya tarik untuk dikaji dan dipelajari lebih lanjut.

Awal ditemukannya Situs, Pada malam hari Jum`at wage ,30 Juni 1989 sesepuh desa, yaitu Bapak Sukarto Simun mendapat wangsit dari seorang kakek, bernama Buyut Resi Santanu Murti atau disebut juga Mbah Buyut Bejo, dalam mimpi Pak Karto disuruh mendirikan rumahnya, “degno omahku” pesan Ki Buyut, Bapak Sukarto Simun dituntun menuju lokasi Punden Dsn Santan. Keesokan harinya Pak Sukarto Simun mencari cari apa yang dimaksud dalam mimpi, kemudian menggali tanah gundukan kira-kira 1,5 meter dan menemukan batu yang miring, kemudian datang pula Bapak Lurah Wonorejo dan Lurah Kuncen, mendukung penggalian tersebut, hingga berita penemuan Situs Wonorejo tersebar luas.

Kemudian baru, 16 Maret 1996 diadakan penelitian oleh Dinas Suaka Purbakala Jawa Timur, tahun 1997-1998 di adakan penelitian lanjutan oleh Konservasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur, sekaligus pemugaran dan pembangunan pelindung dan pagar pembatas sampai dengan sekarang. Situs ini diberi nama Situs Lingga Yoni atau masyarakat menyebutnya Candi Wonorejo.


gambar 1: Lingga Yoni wonorejo

Makna Lingga Yoni yaitu Lingga merupakan simbol perwujudan Dewa Siwa dan Yoni sebagai perwujudan Dewi Durga (istri Dewa Siwa). Dapat di artikan pula sebagai simbol kesuburan. Lingga Yoni merupakan pengejawantahan kehendak dan tindakan masyarakat penganut Hindu dalam upaya memenuhi kebutuhan mendapatkan panutan berpikir dan bertindak. Dengan pemahaman tersebut, berarti benda lingga yoni dapat dirujuk sebagai fakta untuk mengetahui dan memaknai kedudukan, fungsi, serta peran pemikiran masyarakat tidak hanya dari sudut pandang idealitas Hindu melainkan juga dari sudut pandang lain.

Dengan merujuk pada pemahaman di atas, maka benda lingga yoni yang semula sebagai bagian dari kepercayaan Hindu menjadi berpeluang dapat dimaknai sebagai keunggulan dan kearifan lokal yang mencakup nilai, konsep, dan teknologinya, jika dikaitkan dengan maksud pembentukan dan pemertahanan masyarakat yang berkarakter di masa sekarang dan masa datang.2 Karena itu, dapat dimengerti, jika masyarakat Jawa selalu berusaha untuk menjadi jawa, baik secara lahir maupun batin, sehingga benda yang berasal dari masa lalu didudukkan sebagai saksi budaya yang harus diperlakukan dengan penuh hormat, karena material tersebut merupakan bukti peradaban.3

gambar 2: Batu Bata Merah

Situs Wonorejo merupakan bangunan dari bata merah berdenah persegi berukuran 14×14 meter. Bangunan utama situs diperkirakan terdiri dari tiga teras atau tiga undakan. Pada bagian tengahnya terdapat sebuah lingga yoni berukuran besar dengan cerat menghadap ke utara. Lingga berukuran 70 cm dan 31 cm, sedangkan yoni memiliki panjang 163 cm, lebar 120 dan tinggi 92 cm. Adanya lingga yoni tersebut mengindikasikan bahwa situs ini ialah situs Agama Hindu. Arah hadap situs wonorejo adalah ke arah barat seperti situs pada umumnya. Sayangnya, Arca-arca pendukung situs seperti Arca Durga, Ganesha dan Agastya sudah tidak bisa dijumpai.


gambar 3: Tiang Penyangga Atap

Keempat sudut Situs wonorejo terdapat umpak. Umpak-umpak tersebut diperkirakan sebagai tempat tiang penyangga atap. Hal ini bisa diperkirakan jika bangunan wonorejo hanya sebuah bangunan altar yang terdiri dari tiga tingkat dan tidak mempunyai badan dan atap situs. Atap situs kemungkinan terbuah dari kayu yang berfungsi untuk memayungi ruang utama dimana terdapat sebuah lingga yoni sebagai objek utama pemujaan.

Situs Wonorejo diyakini dulu sebagai tempat peribadatan umat Hindhu pada masa Majapahit, juga diyakini sebagai tempat abu jenazah tokoh penting pada waktu itu. Terlepas dari mitos-mitos dan kekeramatan Situs Wonorejo, keberadaan Situs Wonorejo harus dilestarikan sebagai warisan leluhur, Cagar Budaya, dan sebagai bukti eksisitensi peradaban masa lalu di wilayah Caruban dan Madiun pada umumnya. Saat ini Situs Wonorejo dikembangkan menjadi situs wisata budaya, penelitian bagi Ilmu pengetahuan, dan bukti otentik penelusuran jejak sejarah bangsa di wilayah Madiun dan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Andrisijant, Prof. Dr. Inajati. Majapahit: Batas Kota Dan Jejak Kejayaan Di Luar Kota.

Yogyakarta, 2014.

Positivistik, Dari Perspektif. “LINGGA YONI JEJAK PERADABAN MASYARAKAT ( JAWA , BALI ),” n.d., 155–69.

Simanjuntak, Truman=. “Arkeologi Dan Pembangunan Karakter Bangsa” Dalam Arkeologi Untuk Publik. Jakarta, 2012.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *