Membangkitkan Masa Lalu
di Era Digital

Kita bisa melihat dari sejarah yang telah terjadi, bahwa eksistensi suatu lembaga pemerintah pada dasarnya dipengaruhi oleh transisi sistem politik dan orientasi kenegaraan dari masa ke masa. Sepak terjang sebuah lembaga sangat bergantung terhadap sistem politik dan ke eratanya dengan pemangku kekuasaan dari masa ke masa berikutnya. Hal itu juga berlaku dalam penyelenggaraan kearsipan, baik itu terjadi dikearsipan dunia maupun dikearsipan indonesia. Guna mengenal sejarah perkembangan kearsipan, berikut ini akan disajikan etimologi arsip dan kearsipan, sejarah terbentuknya lembaga kearsipan di dunia, dan sejarah terbentuknya lembaga kearsipan di indonesia.


A. Etimologi Arsip Dan Kearsipan
Kata arsip berasal dari baha yunani (archeion) dan Bahasa latin (archivum) yang mempunyai makna kantor pemerintahan atau kertas yang disimpan dikantor pemerintahan. Dari kata archeion memiliki dasar kata atau asal katanya arche. Dari Kata arche sendiri terbentuk beberapa kosakata baru yaitu:

  1. Archaios yang mempunyai arti kuno, dari kata ini berkembang menjadi kata archaeology yang mempunyai arti ilmu yang mempelajari peninggalan kuno.
  2. Archeion yang mempunyai arti kantor atau gedung pemerintahan, dari kata ini berkembang menjadi istilah archivum dan archives.

Kata arsip sendiri merupakan serapan Bahasa indonesia dari kata archief yang berasal dari Bahasa belanda. Kata archief sendiri mengambil dari Bahasa prancis yaitu I’archive yang merupakan kata serapan dari Bahasa latin yaitu archeion. Kemudian berkembang menjadi kata yang bersifat kolektif les archives. istilah archives inilah yang hampir dipakai oleh semua negara di daratan eropa, kecuali di negara-negara yang berbahasa inggris (dinamai dengan negara anglo saxon hingga abad ke-19). Orang dari negara anglo saxon lebih suka menggunakan istilah records atau historical records, dikarenakan istilah records digunakan oleh hukum inggris awal untuk menandakan sesuatu dokumen yang sengaja disimpan. Istilah archives dalam penafsiran amerika serikat, berarti kumpulin records atau rekaman dan tempat menyimpan records, atau tempat yang bertanggung jawab atas pengelolaanya. Dengan demikian records dapat di anggap arsip jika kumpulan records telah diserahkan kepada national atau archives state archive sebagai arsip statis.


B. Sejarah Terbentuknya Lembaga Kearsipan Di Dunia
Perjalanan panjang umat manusia banyak mengalami perubahan dari segala bidang, salah satunya ialah peralihaan tradisi lisan ke tradisi tulisan. Peralihan tradisi lisan ke tradisi tulisan merupakan bentuk revolusi peradaban dalam maksud untuk mengenalkan kembali pristiwa yang terjadi di masa lalu. Pendokumentasian terhadap tradisi tulias bukan saja dapat mencegah terjadinya kesalahan akan tetapi juga memungkinkan nilai-nilai yang dimilikinya dijadikan sebagai pusat ingatan (memory) pada diri manusia. Kebiasaan manusia yang berkomunikasi dengan metode tertulis bisa memudahkan
terdokumentasikannya sebuah gagasan ataupun sebuah pengetahuan tentang
pengalaman yang telah terjadi dalam sejarah manusia akan dijadikan sebagai ingatan yang orisinil.

Kearsipan sudah mulai dikenal masyarakat Yunani Kuno yang dikaitkan dengan sejarah tata usaha yang berupa hasil tulisan. Archivalia atau bentuk- bentuk arsip sangat bermacam dengan menggunakan alat-alat pada masa itu. Pada 300 SM di zaman Babylonia lempeng tanah liat menjadi media catatan tertulis, selain itu di Sungai Nil ditemukan hal serupa. Di Afrika Utara di bagian Mesir pada zaman yang sama sudah mengenal alat tulis papyrus dan menjadi bahan ekspor paling penting di era ini. Kata papyrus berasal dari bahasa Belanda, Jerman dan Perancis yang memiliki arti Kertas.
Pada tahun 2000 SM alat tulis dikenal dengan bahan hewani seperti kulit penyu, tulang binatang yang biasanya dipakai di istana kerajaan.

Sekitar tahun 1700 SM mengalami perubahan bahan yang digunakan seperti Campuran emas dan logam yang sering disebut suasa dan sudah ditulis pada lembar-lembaran suasa, namun dalam dalam penggunaan alat tulis ini kurang praktis hingga digunakan sutera sebagai bahan untuk menulis. Pada masa ini belum ada upaya dalam mengumpulkan dan menyimpan seluruh catatan tertulis menjadi satu walaupun sudah menemukan alat tulis, sehingga pada masa ini bukti tertulis sulit ditelusuri.

Pentingnya Lembaga Kearsipan
Lembaga kearsipan bermula dari masa peradaban Yunani Kuno (sekitar abad IV dan V SM), orang-orang pada masa peradaban yunani kuno dalam menyimpan dokumen-dokumen yang berharga di dalam kuil dewa ibu, yaitu Metroon. Kuil metroon sendiri berisi tentang perjanjian-perjanjian, aturan-aturan hukum, notulensi dari hasil rapat dewan perwakilan dan dokumen-dokumen penting lainya milik negara. Di antara dokumen yang tersimpan di kuil metroon terdapat pernyataan pembelaan yang di tulis oleh Socrates selama didalam penjara, naskah sandiwara oleh Sophocles,aechhylus dan euriprdes. Selain naskas, di dalam kuil metron juga terdapat daftar para pemenang kejuaraan Olympic. Tulisan-tulisan tersebut diawetkan dan disalin dalam bentuk daum papirus.

Pada masa Kekaisaran Romawi, pendokumentasian terhadap arsip sudah mulai sedikit maju dibanding dengan masa sebelumnya. Dengan adanya teknoogi berupa alat filum (benang) yang dapat memudahkan dalam pembuatan arsip, dari kata filum juga kemudian berkembang menjadi istilah file. Seluruh arsip yang sudah jadi kemudian diikat dengan tujuan untuk memudahkan dan aman saat disimpan. Dalam priode masa ini juga terkenal dengan kepandaiannya dalam berorganisasi sehingga berbagai macam catatan-catatan tersimpan dengan rapih dan baik. Konsep arhives sebagai lembaga juga muncul di pada masa ini. Archives didefinisikan sebagai instansi publik atau lembaga pemerintahan yang menyimpan naskah sehingga tidak terjadi kerusakan atau kehilangan. Dan juga mampu memberikan bukti kebenaran yang merupakan memori berkelanjutan terhadap apa yang dapat dibuktikan.

Selanjutnya pada masa Revolusi Perancis tahun 1789, suatu masa di mana kebebasan, persamaan dan persaudaraan dijadikan idaman dalam mendeklarasikan hak-hak asasi individu. Ide-ide yang muncul pada masa Revolusi Perancis rupanya menuntut akan pengakuan sebuah peran arsip untuk bisa dijadikan bahan bukti yang nyata dan sangat penting dalam menjamin hidup bagi seseorang. Arsip yang pada awalnya hanya berupa peninggalan administrasi pemerintahan telah berevolusi menjadi sumber nyata dan penting di setiap penelitian semua disiplin ilmu. Dewa Romawi yang bernama Janus, di sebut juga Dewa bermuka dua dijadikan sebagai simbol atau lambang arsip oleh para ilmuwan kearsipan. Dewa janus melambangkan ketidak terikatan hakikat arsip terhadap waktu yang terus berjalan. Dengan kata lain, arti yang terungkap dalam symbol tersebut ialah sebuah ‘keterbukaan’ dari keberadaan arsip. Melalui arsip, sebuah bangsa dapat memandang masa lalunya dan sekaligus merancang masa depannya.

Pendirian lembaga kearsipan

Lembaga kearsipan yang didirikan di luar pemerintahan memiliki kewajiban untuk menyajikan informasi yang dinilai kelanjutan untuk kepentingan public atau masyarakat, David R. kepply menyatakan terdapat beberapa lima konstribusi yang diberikaan oleh lembaga kearsipan setidaknya terdapat lima konstribusi lembaga yang berfungsi sebagai pengelola informasi kepada masyarakat sebagai berikut:

  1. Lembaga kearsipan memiliki tugas melestarikan warisan budaya masyarakat.
  2. Memberi inspirasi rasa hormat terhadap kelampaun.
  3. Memberi kemungkinan kepada pengambil keputusan kepada pengambilan keputusan rakyatnya untuk belajar tentang masa lampau.
  4. Mengizinkan masyarakat untuk mengetahui secara jelas tentang hak-hak hukum mereka.
  5. Mengizinkan setiap individu untuk melihat secara jelas tentang episode kejadian tertentu yang menonjol dalam kebudayaan.

Berawal dari pemikiran di atas maka setiap lembaga kearsipan, baik dibentuk di dalam pemerintahan maupun diluar pemerintahan merupakaan lembaga informasi public yang mempunyai tujuan yang sama. Tujuanya mengginformasikan kumpulan arsip yang dimilikinya terhadap public, hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab lembaga kearsipan terhadap perubahan lingkungan startegis baik yang terjadi dimasa lampau maupun masa depan. Lemabaga kearsipan sebagai lembaga informasi public maka segala produk kearsipan ataupun dokumen lainya disebut Corporate memory sebagai sumber informasi dan bahan penelitian yang termasuk salah satu fungsi dari lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga penelitian.

Dengan demikian, berdasarkan kesimpulaan urain di atas terdapat dua alasan mengapa lembaga kearsipan didirikan. Pertama, adanya pertimbangan praktis dan kedua ialah pertimbangan budaya. Semakin bertambah dan berkembangnya catatan-catatan pada suatu tempat yang aman bisa agar sewaktu-waktu jika digunakan kembali, dari pertimbangan praktis inilah yang menuntur terhadap kesedaraan akan pentingnya mendirikan suati lembaga kearsipan. pentingnya arsip sebagai bukti pertanggung jawaban suatu bangsa telah mendorong terbentuknya lembaga kearsipan baik di dunia maupun secara nasional. Lembaga kearsipan memiliki tanggung jawab dalam proses pengumpulan dan penyimpanan bermacam-macam informasi yang mempunyai nilai berkelanjutan (continuing value) yang diciptakan oleh pencipta arsip, baik diciptakan oleh lembaga pemerintahan, Badan usaha milik swasta, organisasi kemasyarakatan dan juga organisasi politik serta perorangan. Lembaga kearsipan yang berada di naungan pemerintah mempunyai tujuan dalam melestarikan memori kolektif sebagai bahan bukti pertanggung jawaban nasional atas penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan kepada generasi mendatang.

C. Sejarah Terbentuknya Lembaga Kearsipan Di Indonesia
Sejarah terbentuknya lembaga Kearsipan di Indonesia tidak terlepas dari panjangnya sejarah kearsipan di indonesia, yang dimulai dari zaman kerajaan, penjajahan belanda, penjajah jepang hingga zaman pasca kemerdekaan. Kearsipan zaman kerajaan di perkirakan terjadi sekitar abad ke-empat Masehi dimasa Kerajaan Kutai, telah banyak meninggalkan peninggalan berupa tulisan dalam bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Tulisan dalam bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa ditulis dengan cara digoreskan pada batu yang besar dan sudah dibentuk dengan minat raja, Tulisan yang dituliskan pada batu itu dinamai prasasti. Dari Peninggalan prasasti-prasasti ini dapat dijadikan sebagai bukti bahwa di Indonesia telah mengenal tulisan. Pengenalan tulisan ini dapat dimaknai sebagai batas antara masa pra-sejarah dan beralih ke masa sejarah, Dengan adanya prasasti ini, dapat dimaknai bahwa mulai pada masa itu dilingkungan kerajaan telah muncul dan mengmbangkan tradisi tulis-menulis. Terkhusus untuk para putra raja, permaisuri, para pangeran dan para penguasa daerah yang masih ada keturunan dengan raja. kebanyakan setiap raja yang pernah berkuasa akan meninggalkan bukti kekuasanya, Bukti kekuasan seorang raja pada masa itu dapat digambarkan dengan tulisan pada prasasti-prasasti yang dibuat pada masa raja ketika memerintah. Prasasti-prasasti yang dibuat bisa menceritkana tentang lokasi kerajaan, silsilah raja yang pernah berkuasa, napak tilas raja dan wilayah yang masuk dalam kekuasaannya. Kemungkinan penciptaan prasasti inilah bisa dimaknai sebagai bentuk pertama dari sistem tata kearsipan Indonesia.

Disamping adanya prasasti pada masa lalu, ada juga tulisan yg ditinggalan oleh para raja dan mempunyai umur kurun waktu 1000 tahun lebih, Catatan-catatan tertulis tersebut selain berbentuk prasasti ada yang berwujud kitab, kakawin, hikayat dan masih banyak lagi yang lainnya. Pada saat ini peninggalan dari masa lalu baik berbentuk prasasti maupun kitab banyak yang disimpam di Museum Nasional Jakarta dan Perpustakaan Leiden, Belanda. Di Catatan-catatan tersebut dapat juga disebut sebagai naskah-naskah. naskah yang ditinggalkan oleh para raja ini bisa dikatakan mempunyai nilai kebudayaan. Mayoritas isi dari naskah-naskah yang di tinggal oleh para raja lebih banyak berorientasi kepada raja, atau disebut dengan raja sentris serta banyak dipengaruhi oleh kepentingan raja saat memerintah. Sehingga unsur subjektifit ada dari naskah-naskah tersebut dan juga mencerminkan bahwa adanya perbedaan antara keadaan realita dengan yang dibuat-buat. Akibat keadaan ini ada indikasi bahwa naskah- naskah tersebut tidak semuanya bisa dikategorikan sebagai Arsip.

Kearsipan zaman penjajahan belanda dimulai ketika belanda pertama kali pada tahun 1596 dikarena belanda tertarik dengan rempah-rempah yang dimiliki oleh indonesia, yang pada awal kedatanganya hanya berdagang dengan mendirikan perserikatan dagang yang bernama Vereenigde Oostindie Compagnie (VOC) pada tahun 1602. Pada tanggal 27 November 1609 ditetapkan bahwa pemerintahan tertinggi di Indonesia berada dibawa pemerintahan tertinggi Hooge Regeering terdiri dari Raad van Indio dan Gubernur Jenderal Gubernur Jenderal termasuk anggota Raad Van Indie. Arsip-arsip yang tercipta pada masa ini, terdiri dari resolusi-resolusi dan arsip lain yang biasanya secara langsung maupun tidak berhubungan dengan resolusi tersebut. Sistem penataan semacam ini dinamai sebagai Resolutiestelsel dan mengalami pengelompokan berdasarkan arsip, seperti resolusi, missieven (surat-surat dinas), bijlagen (lampiran-lampiran), ingekomen stuken (surat-surat masuk), copyuitgaande (salinan surat-surat keluar), ordres (perintah- perintah), dagregister (catatan buku harian), repporten (laporan-liaporan), memorie van overgave, adviezer, dan lain- lain. Segala tugas dan fungsi diresolusikan yang merupakan kelompok seri dan lampiran-lampirannya dalam seri tersendiri, kornudian segala kejadian penting dicatat dalam buku harian.

Pada Tahun 1796 Perancis mulai berekspansi ke wilayah sekitarnya termasuk Belanda, ekpansi Perancis mengalami keberhasilan sehingga menjadikan Belanda termasuk VOC. Keberhasilan ini menyebabkan para penguasa lama Belanda dan VOC diberhentikan dari jabatannya dan juga terjadi aksi peralihan seluruh arsip yang dahulunya dipegang oleh VOC ke pihak perncis. Pada masa itu terjadi banyak perubahan antara lain sentralisasi kekuasaan yang langsung oleh Napoleon Bonaparte. Delapan tahun kemudian, adik Napoleon Bonaparte yaitu Louis Napoleonyarg menguasai negeri Belanda mengirim Marsekal Herman Willem Deaadies ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jenderal (1808-1811). Selama memegang pemerintahan di Batavia ia merubah sistem aggota raad van indie dengan membentuk yang baru, tetapi ia sendiri berada diluar dewan dan jadi dewan penasehat. Setelah pembubaran VOC kekuasaan Gubernur Jenderal menjadi semakin terkonsentrasi, menyebabkan kebiasaan musyawarah dengan mengeluarkan resolusi ditinggalkan. Semua kegiatan pemerintahan dengan kebijaksanaan dan keputusan-keputusan dilakukan oleh Gubernur Jenderal sendiri dengan didampingi oleh Algemeene Secretaris (Sekretaris Negara), Jabatan Sekretaris pemerintah dipegang oleh dua orang dan dikenal sebagai Algemeene Secretaris dan Gouvernements Secretaris.

Selama Pernerintahan Perancis berlangsung di Belanda dan wilayah Indonesia, lalu secara otomatis perkembangan lembaga kearsipanpun mengalami perubahan, yang Dimana dahulunya administrasi tertutup berubah menjadi terbuka dan secara praktis semua berkas administrasi yang statis menjadi terbuka. Akan tetapi Pemerintahan Perancis di Belanda tidak berlangsung lama, hanya sampai tahun 1811. Selanjutnya pemerintahan jatuh ke tangan Inggris dengan ditempatkanya Thomas Stamford raffles sebagai letnan gubernur di jawa (1811-1816). Selama priode pemerintahan inggris di indonesia tidak terjadi perubahan arsip dari peninggalan pemerintahan prancis. Ketika pemerintahan inggris menyerahkan pemerintahanya di indonesia yang didasari Tractaal London tahun 1814, Sejak saat itu pemerintah Belanda mulai merubah banyak kebijakan diantaranya Gubernur Jenderal akan dibantu oleh sebuah lembaga yang bernama Algemeene Secretarie. Lembaga ini sangat penting dalam struktur pemerintahan, dikarenakan memiliki Tugas untuk mengurus surat menyurat untuk pemerintahan Hindia, seperti menyusun keputusan-keputusan Gubernur Jenderal menjadi surat keputusan, dan menyusun Lembaran Negara atau Regerings Almanaks. Selain tugas itu, Kepala Algemeene Secretarie bisa memberikan saran-saran atau nasehat (rahasia) kepada Gubernur Jenderal.

Pada masa penjajahan Batavia dijadikan sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda. Dari sanalah banyak tercipta arsip-arsip yang berhubungan dengan pemerintahan hidia belanda, dengan berbagai macam bentuk surat seperti surat keputusan, perjanjian-perjanjian, kontrak perdaganga dan lain-lainya. pada masa itu pemerintahan masih bersifat sentralist yang dimana Segala bentuk keputusan yang menyangkut kebijakan pemerintahan dan peperangan dengan kerajaan-kerajaan di wilayah Hindia Belanda harus mengikuti perintah Gubernur Jenderal yang berkantor di Batavia. Menyebabkan arsip-arsip yang tercipta di luar pulau Jawa disimpan oleh masing-masing daerah. Arsip-arsip yang tercipta di setiap daerah belum semuanya disusun dengan baik, oleh karena itu untuk menghindari kerusakan atau hilangnya arsip yang dimiliki setiap daerah. Gubernur Jenderal mengeluarkan Surat Perintah yang tertuang dalam Missive Gouvernement Secretaris tanggal 14 Agustus 1891 Nomor: 1939. Yang berisikan seruan kepada pemerintah daerah di seluruh wilayah Hindia Belanda untuk menyerahkan seluruh arsipnya dari masa sebelum tahun 1830 ke Batavia. Hal ini perlu dilakukan agar arsip-arsip yang ada didaerah luar jawa dapat terpelihara dengan baik dan bisa menjadi masukan untuk Gubernur Jenderal dalam menentukan kebijakan selanjutnya terhadap wilayah Hindia Belanda.

Pada tanggal 28 Januari 1892 lembaga Landsarchief dibentuk yang mempunyai arti sebagai suatu lembaga kearsipan disebuah tanah jajahan dan memiliki wewenang dalam mengatur dirinya. Pada waktu itu juga ditetapkan oleh Gubernur Jenderal di wilayah Hindia belanda bahwa jabatan Landsarchivaris mempunyai tanggung jawab dalam memelihara arsip dari masa Pemerintahan Hindia Belanda dan VOC untuk kepentingan administrasi dan ilmu pengetahuan. Orang pertama yang dipilih untuk bertanggung jawab dalam mengelola dan memelihara arsip yang tersimpan di Batavia ialah Mr. Jacob Anne van der Chijs. Mr jacob dikenal sebagai pencetus gagasan sekaligus sebagai Landsarchivaris pertama yang menitik beratkan kepada penerbitan di bidang kearsipan, hal tersebut bisa dilihat dari karya-karyanya seperti Realia dan Nederlandsch indisch Plakaatboek 1602 – 1811. Sebelum menyandang jabatan diatas, ia telah menulis Inventaris van s’Landsarchief te Batavia Pembentukan lembaga ini secara langsung berhubungan dengan permasalahan arsip yang ada di Belanda maupun Hindia Belanda. Tugas yang dibebankan terhadap lembaga Landsarchief adalah :

  1. Merawat dan mengolah arsip-arsip secara ilmiah;
  2. Mengembangkan kearsipan di Hindia Belanda;
  3. Ikut serta dalam penilaian dan penulisan sejarah Hindia Belanda;
  4. Memberikan penerangan tentang sejarah Hindia Belanda.

Pembentukan lembaga Landsarchief diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan tentanga kearsipan yang berada di Negeri Belanda maupun di Hindia Belanda bbisa terorganisir dengan baik, terutama tentang permasalahan pengelolaan dan pemeliharaan arsip. Pembentukan lembaga ini sangat membantu bagi pelaksanaan kegiatan kearsipan di Hindia Belanda pada masa kepemimpinan Mr. J.A. van der Chijs. Namun tiga tahun kemudian kedudukan kepemimpinan J.A. van der Chijs yaitu tahun 1905 digantikan oleh Dr. F. de Haan. Pada masa sebelumnya sudah ada pejabat yang menangani tentang arsip-arsip. Akan tetapi secara resmi tidak ada pejabat Khusus dalam bidang kearsipan. Pada masa kepemimpinan Dr. F. de Haan, ia banyak menerbitkan Karya dengan menggunakan arsip-arsip pada abad ke-17 dan18. Salah satu Karya besar yang telah terbitkan oleh Dr. F. de Haan setelah diangkat sebagai s’landsarchivaris ialah penerbitan Dag Register 1678 – 1681 sebanyak4 (empat) jilid, juga Priangan: de Preanger-Regenschappen onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811. Pada tahun 1922-1923 karyanya diterbitkan kembali dan yang paling terkenal yakni Out Batavia. Penerbitan Out Batavia merupakan momentum sehubungan dengan ulang tahun ke-300 kota Batavia. Dr. F. de Haan menjabat sebagai archivaris selama 17 tahun, dimulai dari Tahun 1905- 1922. la merupakan seorang ‘Landsarchivaris kedua yang lebih menitik beratkan penelitian dala, sejarah Indonesia dengan menggunakan arsip-arsip sebelumnya sebagai sumber sejarah.
Sekitar tahun 1926-1929 dimasa kebangkitan pergerakan nasional, pemerintah hidia belanda berusaha keras dalam upaya menolak tuntutan untuk indonesia merdeka dengan mempergunakan cara yang ilmiah. Dalam rangka penolakan tersebut Pemerintah belanda memberikan tugas khusus kepada s’landarchief yaitu:

  1. S’landarchief diikutkan secara aktif dalam pekerjaan ilmiah untuk penulisan sejarah hindia belanda.
  2. S’landarchief mengawasi dan mengamankan semua peninggalan orang belanda di indonesia, seperti gedung-gedung, kuburan-kuburan dan sebagainya.

Akan tetapi sebelum berakhirnya kekuasaan pemerintah hindia belanda di indonesia, pemerintah hindia belanda menerbitkan archif ordonnantie yang tujuanya untuk mengatur urusan kearsipan di indonesia. Dan juga untuk menjamin keselamatan arip-arsip pemerintah, baik berupa arsip yang baru dan arsip yang lama dan penegasan bahwa :

  1. Semua arsip pemerintah ialah hak milik tinggal pemerintah.
  2. Batas arsip baru berusia 40 Tahun
  3. Arsip-arsip yang berusia melampaui 40 Tahun harus dapat perlakuan khusus menurut peraturan-peraturan tertentu dan selanjutkan diserahkan kepada Algemeen Landsarchief di Jakarta.

Hadirnya landsarchief diharapkan bisa mengisi khazanah elgmeen rijksarchief milik belanda yang mempunyai fungsi dalam menyimpan naskah-naskah lama kehidupan kerajaan belanda, lembaga kearsipan di indonesia sempat terhenti ketika jepang menduduki wilayah indonesia di tahun 1942-1945. Landsarchief selama pendudukan jepang diganti dengan nama kobunsjokon dibawah naungan bunkokyoku. Setelah indonesia meraih kemerdekaanya kobunsjokon berubah menjadi arsip negeri, akan tetapi nama arsip negeri tidak lama dikarenakan NICA melakukan agresi militer di indonesia dan berubah nama lagi menjadi landsarchief. Berdasarkan surat keputusan menteri P.P dan K nomor 9052/8 berubah nama lagi menjadi arsip negara pada RIS, kemudian berubah lagi berdasarkan surat keputusan menteri P.P dan K nomer 69626/a/S tanggal 1 juni 1959 dengan perubahan nama yang awalnyaarsip negara menjadi arsip nasional.

Dalam proses pertumbuhan arip nasional sempat beberapa kali dibawah naungan yang berbeda-beda. Dimulai dari menteri P.P dan K, menteri pertama RI, wakil menteri pertama dibidang khusus, menteri kordinator hubra, waperdam RI bidang lembaga politik sampai tahun 1967 yang menyebutkan bahwa arsip nasional republic indonesia (ANRI) sebagai lembaga pemerintah non departemen. Pada saat ini ANRI merupakan lembaga pemerintahan non kementerian (LPNK) sesuai dengan peraturan pemerintah nomer 3 tahun 2013 yang menjelaskan tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintahan non kementerian. Sejalan dengan terbitnya UU nomer 43 tahun 2009 tentang kearsipan sebagaimana dalam penjelasan, bahwa semua pertanggung jawaban kegiatan penciptaa, pengelolaan dan peloporan arsip diwujudkan dalam bentuk mengasilkan suatu sistem rekaman kegiatan yang factual, utuh, sistematis, autentik, terpercaya dan dapat digunakan. Untuk mewujudkan semua pertanggung jawaban tersebut dibutukanya kehadiran suatu lembaga kearsipan, baik yang bersifat nasional, daerah, maupun perguruan tinggi yang mempunyai fungsi untuk mengendalikan kebijakan, pembinaa, pengelolaan kearsipan nasioanl untuk terwujudnya sistem peyelenggaraan kearsipan nasional yang kompernsif dan terpadu.

Dalam pasal 16 ayat 3 undang-undang nomer 43 tahun 2009 tentang kearsipan, lembaga kearsipan di indonesia terdiri sebagai berikut :

  1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
  2. Arsip daerah provinsi
  3. Arsip daerah kabupaten/kota
  4. Arsip perguruan tinggi

Yang dimana Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) merupakaan sebuah lembaga kearsipan nasional yang mempunyai tanggung jawab atas penyelenggarakan kearsipan secara nasional. Berdasarkan undang-undang kearsipan ini, maka penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan secara berjenjang dengan penyelenggaran kearsipan nasional tanggung jawab arsip nasional. Sedangkan penyelenggaraan arsip provinsi menjadi tanggung jawab lembaga kearsipan provinsi, Sedangkan penyelenggaraan arsip kabupatne/kota menjadi tanggung jawab lembaga kearsipan kabupaten/kota. Khusus kepada lembaga kearsipan perguruan tinggi ini, masih difokuskan untuk perguruan tinggi mempunyai kewajiban untuk membentuk lembaga kearsipan lingkungan perguruan tinggi yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pengelolaan arsip statis dan melaksanakan Pembina kearsipan disatuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.

D. Sejarah sistem kearsipan di indonesia
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terorganisir dalam mengatur suatu hubungan dalam suatu kerangka tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Dalam konteks tugas pemerintahan maka sistem kearsipan mempunyai peran dalam tata kelola penyelenggaran pemerintahan, untuk mengetahui sejarah sistem kearsipan di indonesia dapat diamati dan dilihat dari peninggalan admisntrasi masa lampau yang terjadi di indonesia dan diketahui dari terkelolanya arsip-arsip peninggalan masa hindia belanda hingga sekarang di masa ANRI.

Sistem kearsipan sebelum indonesia merdeka
Kumpulan arsip yang tersimpan di ANRI secara garis besar dibagi menjadi beberapa priode yaitu peninggalan organisasi verenigde indische compagnie (VOC), organisasi pemerintah colonial hindia belanda dan organisasi pemerintah hindia belanda. Oleh karenanya, penantaan dan penyimpanan arsip senantiasa terkait dengan priode diatas terutama yang berhubungan dengan masalah prinsip provenance (asal-usul) dan prinsi of original ordel (Aturan asli). Sistem kearsipan pada masa VOC (1602-1799) yang priodenya sejalan denga masa state general di belanda dengan sendirinya menadapatkan pengaruh dari sistem penataan kearsipan yang berlaku di indonesia. Sistem penataan arsip ini disesuaikan dengan sitem kearsipan yang disebut resousi stelsel yang berdasarkan kelompok arsip seperti resolusi, missieven (surat-surat resmi), biljagen resolusi (lampiran), copy uitagaande stukkem (salinan surat keruar), inkomende stuke (surat-surat masuk), orders (surat perintah), dagregrister, rapporten (laporan), memorie van overgave advienze dan lain-lainya. Seri resulusi ini disusun secara kronologis terjadinya dengan dukungan lampiran indeks masalah.

Setelah kekuasaan VOC dibubar di hindia belanda, maka penguasan yang menggantikanya ialah belanda. Sejak saat itu kedudukan gubernur jenderal lebih kuat dan lebih penting daripada raad van indie, sehingga kebiasaan bermusyawarah untuk mengeluarkan resolusi atas segala aktifitas ditinggalkan. Segala kegiatan pemerintahan dalam pengambilan kebijaksanaan dan keputusan dilakukan oleh gubernur jenderal sendiri dengan didampingi oleh sebuah badan yang dikenal sebagai Algemeen Secratarie yang dipegang oleh dua orang dengan sebutan Algemeen Secratarie dan Gouverment Secretarie yang memanfaatkan sistem verbal. Akan tetapi penggunaan sistem verbal ini tidak langsung diterapkan dikarenakan kondisi kearsipan pada waktu itu belum mendapatkan perhatian yang serius setelah perubahaan pemerintahaan. sistem verbal sendiri merupakan suatu seri yang terdiri dari seri net-net surat-surat keluar secara tersendiri digabungkan dengan surat-surat yang saling berkaitan, setiap net surat keluar dituliskan pada lembaran ganda (dobble) dimana sitengahnta dimasukan surat-surat yang berkaitan dan setiap net diberi nomor-nomor verbal (nomer verbal ini bukan nomer surat) Sistem verbal ini mulai diberlakukan di hindia belanda di tahun 1880 hingga tahun 1924, instansi yang menerapkan sistem verbal ialah Departemen der burgerlijke openbare warker (Departemen Pekerjaan Umum), Departemen van verkeer en waterstaat (Departemen Perhubungan) Dan Algemeen Secratarie.

Seiring dengan berkembangnya masalah pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial masyarakat di hindia belanda. Sistem kearsipan berubah menjadi sistem kaulbach (1916) serupa dengan sistem agenda, sistem kaulbach sendiri merupakan sistem pengendalian surat atau arsip yang dilakukaan dengan menggunakan kartu dan pengaturanya dikelompokkan menurut klasifikasinya yang telah ditentukan pengelompokanya sejak awal. Sistem kaulbach yang dipakai di indonesia ialah sistem kaarsyteem hollandse sporwagen, sejak saat itu sistem kaulbach terus dipakai dalam rangka penyusunan dan penataan arsip di Hindia belanda. Departemen yang pertama kali menggunakan sistem kaulbach ialah departemen kehakiman, departemen keungan, departemen dalam negeri dan lain-lain.

Sistem kearsipan setelah indonesia merdeka
Setelah indonesia merdeka sistem kearsipan berjalan sesuai dengan yang berlaku sebelumnya, dikarenakan singkatnya masa pendudukan jepang di indonesia tidak meninggalkan sistem kearsipan apapun. Keadaan sistem kearsipan di indonesia pada masa kemerdekaan bertambah rumit dengan pengambil alihan seluruh perkantoran kearsipan oleh pegawain indonesia yang belum dibekali pemahaman administrasi yang mumpuni, selama lima tahun berdirinya Negara Republik indonesia tidak ada kesempatan untuk penataan arsip. Pasca pemulihan kemerdekaan, pemerintah memulai pembenahaan dan penataan sistem kearsipan yang pernah berjalan dimasa colonial dengan penggunaan sistem agenda dan sistem kaulbach. Akan tetapi, dikarenakan kurangnya pengetahun terhadap sistem agenda dan sistem kaulbach, arsip yang sudah tertata rapih sulit untuk ditemukaan kembali yang akhinya menyebabkan ANRI bekerja sama dengan lembaga administrasi negara (LAN) yang mencoba memperkenalkan sistem pola kearsipan pada tahun 1974.

Selama satu dasarwasa sistem pola baru diterapkan sebagai sistem kearsipan di indonesia, sistem ini sebenarnya mencoa mencampurkan sarana bantu yang digunakan dalam pengelolaan arsip yang dimulai dari penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, dan penyusutan. Pada langkah penciptaan diterapkan sarana kartu kendali sebagai pengendali surat masuk dan surat keluar. Dalam langkah peggunaan dan pemeliharaan dikenal yang namanya pola klasifikasi arsip sebagai panduan untuk menata berkas, kemudian pada langkah penyusutan menggunakan sarana bantu Jadwal Retensi Arsip (JRA). Artinya, sistem pola baru berupaya mengenalkan 3 instrumen dari masing-masing tahapan dikarenakan proses sosialisai yang gencar ketika penggunaan kartu kendali sebagai pengen dali sistem pola baru. Sehingga menyebabkan banyak orang atau instansi yang menamai sistem pola baru dengan nama sistem kartu kendali.

Sistem pola baru sangat relavan digunakan pada jamanya, dikarenakan sistem pemerintahaan pada masa itu bekum terlalu kompleks. Pada saat sistem pola baru ini dikenalkan computer juga belum banyak digunakan secara luas dalam administrasi perkantoran. Namun ketikan sistem pemerintahaan indonesia dan birokrasi pemerintahaan mulai kompleks sistem pola baru ini sudah tidak relavan lagi dengan jamannya, ditambah banyak administrasi perkantoran sudah banyak menggunakan computer. Hal inilah yang menjadi dasar sistem pola baru tidak lagi diperkenalkan dalam UU No. 43 Tahun 2009 tentang kearsipan. sistem lain juga berkembang pada masa setelah indonesia merdeka ialah sistem Tata Naskah (Takah) yang digunakan dilingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia (TNI dan POLRI), Tata Naskah merupakan sebuah kegiatan pengadministrasian dalam memelihara dan penyusutan data-data dari semua tulisan yang berkaitan dengan persoalan pokok secara kronologi dalam sebuah berkas. Tujuan Tata Naskah untuk menyusun dan mengendalikan surat dengan sistem satu pintu agar mudah ditemukaan kembali, dalam Takah perlu adanya proses klasifikasi terlebih dahulu dikarenakan tidak semua surat bisa menggunakan Sistema Takah

Sistem kearsipan menurut undang-undang
Dalam Undang-Undang Nomer 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, pengelolaan arsip dinamis pada lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri (PTN), serta badan Usah Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) yang dilaksanakan dalam suatu sistem kearsipan nasional (SKN). Pengelolaan arsip dinamis dilakukan untuk menjamin ketersedian arsip dalam proses penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah dengan berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan. Pasal 40 ayat (4) menyebutkan, untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis yang efektif dan efisien, pencipta arsip harus membuat tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal reternsi arsip (JRA), dan sistem klasifikasi keamana dan akses arsip.